Friday, January 28, 2011

Bab 4 - part 2

Adel sudah berada di toko kue nya. Ibunya dan beberapa karyawan sedang sibuk membuat kue di dapur. Dua jam lagi toko itu akan di buka untuk pertama kalinya. Kedua orangtua Adel sudah menabung bertahun-tahun untuk membangun toko itu. Dulu sebelum menikah, ibunya bekerja sebagai patissier di sebuah hotel bintang lima. Saat ia sedang bekerja di hotel itu, ia bertemu dengan Romi yang bekerja di sebuah perusahaan swasta yang sedang mengadakan seminar di hotel itu. Sejak pertemuan itu mereka menjadi dekat dan akhirnya menikah.
Karina meninggalkan pekerjaanya demi Romi. Tapi Romi tau kalau istrinya bercita-cita memiliki sebuah toko kue. Karena itu Romi berjanji kalau ia akan bekerja keras untuk mewujudkan keinginan Karina. Dan akhirnya hari itu tiba. Romi sudah memiliki cukup uang untuk modal awal mereka membuat toko kue. Dan hari ini toko itu secara resmi di buka.
 Adel memperhatikan keadaan disekitarnya. Toko itu sengaja didesign seperti cafe agar pelanggan bisa menikmati roti langsung di tempat itu. Toko kue dengan gaya minimalis itu masih terlihat sepi. Yang ada di toko itu hanyalah beberapa rak kue, sebuah meja kasir, dan beberapa meja dan tempat duduk untuk pelanggan. Jika keadaannya seperti ini, bagaimana pelanggan bisa tertarik untuk datang? Adel memikirkan cara untuk membuat toko itu kelihatan lebih menarik.
Terdengar pintu toko dibuka oleh seseorang. Ternyata Kennard dan teman-temannya sudah datang. Kennard langsung menghampiri Adel yang masih terbaring lesu di meja kasir. 
“Hey beb, kamu kenapa? Gimana pelanggan mau datang kalau kamu lesu kayak gini?” 
“Aku gag tau kenapa, tapi aku ngerasa toko ini gag menarik untuk dikunjungi. Liat deh dekorasinya, kayaknya terlalu simpel.” 
“Iya sih. Tapi tenang aja, kan ada kita semua. Kita pasti bantuin kamu.” 
“Thanks ya, beb.” 
“You're welcome.”
Kennard lalu memberitahukan kepada teman-temannya untuk memikirkan cara membuat toko itu kelihatan lebih menarik. Dan akhirnya mereka menemukan cara yang tepat. Alvin menyarankan untuk menghiasi dinding-dinding toko itu dengan foto kue-kue andalan toko itu dan foto-foto mereka yang sedang menyantap kue-kue. Adel setuju dengan ide Alvin. Alvin lalu meminta Kennard untuk mengantarnya ke rumah untuk mengambil kamera nya.
Setelah Alvin dan Kennard pergi, Adel, Sharon, Alice, Revon, Bobby, Jason, dan Raymond mulai menghias toko itu. Adel mengambil sapu dan mulai membersihkan ruangan itu. Sharon dan Alice menata meja-meja dan tempat duduk. Revon, Bobby, Jason, dan Raymond mengangkat barang-barang dari mobil  Romi yang baru tiba bersama Melvin. Beberapa saat kemudian tercium bau harum dari dalam dapur. Ternyata kue-kue dan roti-roti yang akan di jual sudah matang.  Karina membawa kue-kue dan roti-roti yang baru ia panggang keluar dari dapur. Adel, Sharon, dan Alice menata kue-kue dan roti-roti yang baru di panggang di rak. Romi membantu istrinya membawa nampan-nampan penuh kue. 

“Eheh, kok tadi bisa ada Alvin sih, Shar? Alice yang ngajak?”
“Gini loh, jadi ternyata Alvin itu sepupu gue. Mamanya dulu
kabur dari rumah karena pernikahannya gag disetujui sama
oma gue. Nah sekarang tiba-tiba muncul dan ternyata
anakanya itu Alvin.”
“Ooh.”
“Oh ya, gimana hubungan lu sama Kennard?”
"Lu gimana sama Kennard?"
"Gimana apanya? Hubungan gue kayaknya baik-baik aja dari
dulu."
"Ooh. Bagus lah. Del, gue minta, lu jangan sakitin Kennard ya, dia sayang banget sama lu."
Adel terdiam. Rasa bersalah kembali menerpanya. Mulai sekarang ia bertekad, ia tak akan memikirkan Tristan lagi. Alice yang dari tadi sibuk menaruh roti-roti di rak bagian lain, sudah menyelesaikan tugasnya, dan kini bergabung dengan Adel dan Sharon. Alice berniat menceritakan pembicaraan antara cowok-cowok yang tadi ia dengar.
"Udah selesai, lis?"
"Udah dong. Oh ya Shar, lu serius suka sama Raymond?"
"Iya. Memang kenapa?"
"Gag apa-apa. Kalau dia cuma main-main sama lu gimana?"
"Gag mungkin lah. Raymond itu kan baik, perhatian, dan setau gue dia itu gag playboy kok."
"Ooh. Yasudah, gue ke toilet bentar ya."

Alice mengurungkan niatnya. Melihat Sharon begitu menyukai Raymond, Alice jadi tidak tega mengatakan hal-hal buruk yang ia pikirkan tentang Raymond. Tadi ia sempat mendengar kalau Raymond mengaku tidak memiliki perasaan khusus pada Sharon, hanya sekedar teman biasa. Tapi ketika ditanya apakah Raymond akan mejadikan Sharon pacarnya, ia menjawab iya .
Yang Alice tidak mengerti, mengapa ia akan menjadikan Sharon pacarnya, jika ia tidak punya perasaan apa-apa pada Sharon. Apalagi bukan hanya nama Sharon saja yang disebut-sebut sedang dekat dengan Raymond. Ada beberapa gadis lainnya yang tidak ia kenal. Sharon sepertinya sudah sangat yakin kalau Raymond memiliki perasaan yang sama dengannya, jadi bagaimana bisa Alice menghancurkan harapan sahabatnya itu? Alice memutuskan untuk diam.

Kennard dan Alvin masuk ke dalam toko itu. Alvin sudah membawa kameranya. Ia meminta beberapa contoh roti yang sudah di hias dan di tata di dalam piring untuk di foto. Kemudian ia meminta teman-temannya untuk berfoto seolah-olah mereka adalah pelanggan toko yang sedang berbelanja kue, makan kue, memesan makanan, dan banyak lagi. Setelah itu, Alvin dan Kennard pergi untuk mencetak foto-foto itu agar bisa langsung di pajang di dinding cafe.
Satu jam kemudian, toko itu resmi di buka. Beberapa pelanggan masuk ke toko itu. Adel dan kawan-kawannya bertugas melayani para pelanggan. Beberapa gadis remaja yang masuk ke toko itu langsung disambut hangat oleh Jason dan Kennard.
Karenanya Gadis -gadis itu langsung bersemangat membeli beberapa roti dan kue yang tersedia sekalipun mereka tidak begitu lapar.

Alvin dan Revon juga tidak kalah ide dengan Jason dan Kennard. Mereka keluar dari toko sambil membawa brosur dan sample kue. Mereka menawarkannya ke gadis-gadis remaja yang berlalu-lalang di depan toko. Dan usaha mereka memang tidak sia-sia. Hari itu penjualan toko itu sangat besar. Adel sangat bersyukur memiliki teman-teman seperti mereka.

"Guys ! Thanks banget ya ! Karena kalian hari ini kita untung banyak !"
"Iya, tante dan om juga berterimakasih karena berkat kalian, toko impian tante itu ramai pengunjung."
"Sama-sama tante"
"Anak-anak, sebagai tanda terimakasih om dan tante, om akan trakir kalian makan di Dailycious cafe, setuju?"
"Setuju!!!"
Anak-anak itu menjawab dengan kompak. Setelah menutup toko mereka langsung berangkat bersama ke Dailycious cafe. Romi dan Karina memang tidak mengadakan peresmian untuk toko itu, tapi sebagai gantinya mereka akan mengadakan makan bersama sebagain acara pengucapan syukur. Tak lama kemudian mereka tiba di dailycious cafe. Mereka langsung memesan makanan karena sudah kelaparan.

Bab 4 - part 1

Alice memasuki rumahnya. Kedua orangtuanya sedang duduk di ruang tamu sambil mengobrol bersama Celena dan orang tuanya. Sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu yang penting.
“Alice, kamu baru pulang? Ayo kesini ! Papa dan mama mau bicara sesuatu.”
“Baik, ma.”
Alice berjalan ke arah mereka. Tidak seperti biasa, Celena tersenyum ramah pada Alice. Alice lalu duduk disamping Adita.
“Sayang, Om Fadli dan Tante Melinda minggu depan akan pergi ke Singapura karena ada urusan pekerjaan.”
“Oh. Hati-hati di jalan ya om dan tante.”
“Nah, karena Om Fadli dan Tante Melinda gag punya saudara di Jakarta untuk sementara, Celena dan Caesar akan tingal disini.”
Alice hanya diam. Alice tidak yakin ia bisa menerima kehadiran Celena di rumahnya. Dan siapa Caesar? Yang Alice tau Celena adalah anak tunggal.
“Alice, kok diam? Kamu setuju kan?”
“Iya, ma. Alice setuju.”
Alice mencoba tersenyum. Akhirnya pertemuan itu berakhir. Alice kembali ke kamarnya. Alice mengambil handuk lalu mandi dan bersiap untuk tidur. Tiba-tiba handphone Alice berbunyi. Ternyata yang menelfonnya adalah Sharon.
“Hallo, ini Alice kan?”
“Iya, kenapa, Shar?”
“Lu tau gag, lis? Alvin!”
“Hah? Kenapa Alvin?”
“Alvin ternyata..”
“Ternyata? Jangan bikin penasaran deh..”
“Alvin ternyata sepupu gue.”
“Loh? Kok bisa? Kenapa lu baru tau?”
“Jadi, Alvin itu ternyata anak tante gue yang selama ini loose contact sama oma gue.”
“Ya ampun. Serius lu?”
“Iya, gue aja kaget.”
“Oh ya, lu tau gag, Shar? Kata nyokap gue, Celena bakal tinggal di rumah gue selama orang tuanya ke Singapura.”
“Ih serius?”
“Iya.”
“Kalo gitu gue punya rencana.”
“Apa?”
“Besok gue ceritain pas gue ke rumah lu. Eh , udah dulu ya, ada telfon masuk. Bye”
“Oke. Bye.”
Alice menaruh handphone nya kembali. Tapi tiba-tiba handphonenya berbunyi lagi. Kali ini karena ada SMS. Alice langsung membuka SMS itu.

It's a lovely msg to a lovely person from a lovely friend on a lovely reason at lovely time from a lovely mind in a lovely style to say u good night.
                                                                                                                Alvin

Alice tersenyum. Kata-kata itu sangat indah. Alice mencoba mencari kata-kata yang pas untuk membalas SMS Alvin. Setelah membalas SMS Alvin, Alice kembali ke tempat tidurnya dan tidur.

***
Pagi itu Adel terbangun dari tidurnya karena mendengar kericuhan dari luar kamarnya. Adiknya, Melvin menggedor-gedor pintu kamarnya
“Kak! Kakak! Buka pintunya, kak!”
“Tunggu! Apaan sih ribut-ribut?”
“Itu kak ! Diluar ada cowok-cowok yang nyari kakak!”
“Hah? Serius kamu?”
“Iya, kak. Kalau kakak gag percaya, liat aja keluar.”

Adel melihat keluar cendela kamarnya. Ada Kennard, Tristan, Raymond, Revon, Bobby, Jason, dan yang menarik perhatian Adel, ada Alvin juga di antara mereka.
Adel segera berlari ke kamar mandi dan mandi. Kemudian ia segera memakai pakaiannya dan berlari keluar rumah. Kennard langsung menghampirinya.

“Hai, beb. I miss you so much.”
“I miss yout too. By the way, kamu ngapain kesini pagi-pagi?”
“Aku mau ajak kamu jalan bareng. Kamu mau kan?”
“Ehm, kayaknya gag bisa deh. Aku harus bantuin mama-ku di toko kue nya. Toko itu kan masih baru jadi masih banyak yang harus di kerjakan. Maaf ya.”
“Kalo gitu, gimana kalau aku bantuin kamu?”
“Kamu serius?”
“Serius dong. Boleh kan?”
“Boleh lah.”
“Oke, aku ngomong dulu sama yang lain. Nanti kita langsung nyusul ke toko kamu.”
“Okey. Thanks ya, beb.”
Adel memeluk Kennard. Kennard terkejut. Adel yang biasanya selalu menghindar ketika Kennard mencoba menggenggam tangannya, tiba-tiba memeluknya dengan erat. Kennard tersenyum dan membalas pelukan Adel.
Adel masuk kembali ke rumahnya setelah Kennard dan kawan-kawannya pergi. Ia lupa menanyakan soal Alvin. Ia lalu meminta izin ibunya agar teman-temannya bisa membantu pekerjaan-pekerjaan nya di toko dan ibunya setuju.

***
Jason mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Teman-temannya yang lain sudah tertinggal jauh di belakang. Ia tidak mengerti mengapa hatinya begitu panas melihat Adel memeluk Kennard di hadapannya, padahal seharusnya ia merasa bahagia karena melihat kedekatan Adel dengan Kennard. Tapi ia tau, bukan hanya dia yang merasakan hal itu.
Jason jelas melihat kalau tatapan Tristan saat melihat Adel memeluk Kennard sangat berbeda dari tatapannya yang biasa. Mata Tristan yang tajam menunjukan kalau ia tidak menyukai apa yang ia lihat tadi.
Jason tiba di depan rumah Sharon. Jason menelfon Sharon dan menyuruhnya untuk keluar dari rumahnya. Beberapa menit kemudian Kennard dan yang lainnya tiba.
“Jas, Sharonnya belum keluar?”
“Belum, nard. Alice gag di ajak?”
“Habis ini aja kita kesana.”
“Oh. Okey. Eh, Itu Sharon udah keluar!”
Jason lalu menyalakan mesin motornya. Sharon membuka pintu pagarnya. Ia melihat ada Raymond disana. Hanya motor Raymond dan Jason lah yang bisa ditumpanginya dan jelas ia memilih untuk menumpang di motor Raymond dibandingkan Jason. Ia lalu berjalan ke arah motor Raymond.
“Ray, aku bareng sama kamu ya.”
“Okey, Shar.”
Mereka langsung menuju ke rumah Alice, Alice sudah menunggu di depan rumahnya. Alice terkejut melihat Alvin bersama teman-temannya. Kemudian ia teringat cerita Sharon semalam.
“Hai, semuanya. Jadinya gue bareng siapa nih?”
“Mau gag mau bareng gue. Jangan cemburu ya Alvin dan Revon.”
Jason sengaja menggodai Alvin dan Revon. Bukan rahasia lagi kalau mereka berdua sama-sama menyukai Alice. Mereka lalu memulai perjalanan mereka ke toko kue Adel.

Monday, January 17, 2011

Bab 3 - part 3


Alice dan Alvin masih sibuk mengobrol, sedangkan Adel yang tadinya berdiam diri  kini juga sibuk mengobrol dengan Tristan, Sharon merasa kesepian. Ia pikir Raymond mengajaknya untuk bergabung karena ingin mengobrol dengannya, tapi ia salah. Raymond sibuk dengan teman-temannya. Sharon memang lebih menyukai Raymond dibandingkan dengan cowok-cowok lain yang mendekatinya. Bukan hanya tampan, Raymond juga cowok yang disukai oleh cewek-cewek karena dia adalah gitaris dari The Red Climb band, band yang sering tampil di pentas seni sekolahnya. Karena ini Sharon semakin tertarik untuk mendapatkan Raymond. Tidak peduli apa yang nantinya akan terjadi, Sharon akan terus mencoba untuk menaklukan hati Raymond.
***
Alvin berjalan keluar dari cafe bersama alice, Sharon, dan Adel. 

“Vin, aku pulang dulu ya. Bye. Yuk guys!”
“Bye.”
Alice, Sharon, dan Adel berjalan ke mobil Sharon. Alvin berjalan ke arah mobil nya. Pak Aryo sudah menunggunya dari tadi. Ia masuk ke mobil. Ternyata Ellen dan Romeo juga sudah menunggunya di mobil.
“Loh, kenapa mama sama Romeo ada disini?”
“Memang gag boleh, vin?
“Bukannya gag boleh, ma, tapi aku bingung. Memangnya kita mau pergi, ma?”
“Iya, kita mau pergi ke rumah oma.”
“Papa gag ikut?”
“Gag, papa masih ada meeting, jadi gag bisa ikut.”
“Ooh.”
Ellen merasa bersalah sudah membohongi Alvin. Robby memang sibuk, tapi itu bukan alasannya tidak mau ikut mengunjungi mertuanya. Robby masih kesal dengan perlakuan mertuanya enam belas tahun lalu.
Sebelum mengenal Robby, Ellen adalah anak yang penurut. Ia selalu menuruti keinginan ibunya. Ibunya memang sangat disiplin dan tegas pada Ellen. Namun dibalik sikapnya itu, ibunya sangat menyayangi Ellen. Tapi semenjak Ellen mengenal Robby, ia mulai tidak fokus dengan karirnya sebagai seorang pianis. Itulah yang membuat ibunda Ellen tidak menyukai Robby, apalagi Robby berasal dari keluarga kurang mampu. Sesungguhnya Robby tidak mencintai Ellen. Ia hanya menjadikan Ellen pelampiasan karena wanita yang dicintainya menikahi pria lain yang jauh lebih kayak dari padanya. Karena Robby merasa bersalah telah membuat Ellen berharap kalau ia juga akan mencintainya, maka Robby memutuskan untuk menikahi Ellen. Tapi niat baiknya itu malah membuatnya dihina oleh ibunda Ellen. Karena itu Robby bersumpah tidak akan pernah menginjakan kakinya lagi di rumah mertuanya itu.
“Ma, masih lama gag sih? Romeo ngantuk.”
“Ya sudah, Romeo tidur dulu. Nanti kalau sudah sampai, mama bangunkan.”
Romeo mengambil bantalnya lalu tidur di tempat duduk bagian belakang. Alvin sibuk mendengarkan lagu di ipod nya. Alvin masih ingat saat pertama kali melihat Alice tadi. Alice terlihat sangat cantik, berbeda dari yang ia lihat di universal beberapa hari lalu. Ia lupa memberitahukan pada Alice kalau ia akan masuk ke sekolah yang sama dengan Alice. Alvin lalu berencana untuk menjadikan itu surprise untuk Alice. Tak lama kemudian ia tiba di rumah nenek nya. Alvin belum pernah bertemu dengan neneknya sebelumnya. Ibunya tidak pernah menceritakan apapun tentang neneknya. Tapi Alvin yakin didalam hati, ibunya sangat merindukan neneknya.
Ellen membangunkan Romeo. Ia mengajak Romeo dan Alvin turun dari mobil. Ellen sangat merindukan rumah itu. Rumah itu masih tetap sama, tetap kelihatan megah dan mewah. Ibunya sepertinya masih senang berkebun karena mawar-mawar di taman depan rumah itu masih sama indahnya seperti dulu atau mungkin lebih indah. Ia kembali teringat dengan semua kenangannya di rumah itu. Ia lalu memberanikan diri untuk menekan bel rumah itu.

***

Alice, Sharon, dan Adel tiba di rumah Alice. Adel mengeluarkan kunci motornya dan berpamitan untuk pulang. Alice juga berpamitan pada Sharon dan Adel, lalu masuk ke dalam rumahnya. Tinggal Sharon dan supirnya di mobil. Ia lalu menyuruh supirnya untuk mengantarkannya pulang. Di jalan, Ibunya menelfon dan menyuruh Sharon menyiapkan diri karena ia dan ibunya akan pergi ke pertemuan keluarga.

Setibanya di rumah, Sharon langsung menyiapkan diri. Sepertinya neneknya akan mengadakan rapat keluarga. Itu adalah hal yang wajar di lakukan setiap tahun, tapi bukankan neneknya baru mengadakan rapat keluarga dua bulan lalu? Mengapa sekarang neneknya mengadakan rapat keluarga lagi? Ia masih tidak mengerti apa yang dipikirkan neneknya.

***
Ellen terkejut melihat seorang  wanita yang beberapa tahun lebih muda darinya membukakan pintu untuknya. Ia mengenali wanita itu, tapi sepertinya wanita itu tidak mengenalinya. Wanita itu adalah Lastri, pembantu yang sudah bekerja pada ibunya sejak ia masih kuliah. Lastri menanyakan ada keperluan apa Ellen datang kesana dan menanyakan dari mana asal Ellen. Ellen hanya menjawab kalau ia adalah kerabat dari Julia, ibunya. Ia takut jika ibunya tau ia yang datang, ibunya tak mau menemuinya.

“Permisi nyonya, ada kerabat nyonya di ruang tamu, katanya mau bertemu dengan nyonya.”
“Kerabat dari mana, las? Siapa namanya?”
“Katanya baru datang dari California, dia tidak bilang namanya siapa.”
“Ooh, sebentar saya ganti pakaian dulu. Nanti saya temui.”
“Permisi nyonya, saya keluar dulu.”
“Iya, silahkan.”

Julia tidak ingat memiliki kerabat di California. Tapi mungkin ia hanya lupa karena sudah tua. Ia mengganti pakaiannya, lalu keluar menemui tamunya itu.
Ellen melihat seorang wanita setengah baya sedang menuruni anak tangga. Pandangannya dengan pandangan wanita itu bertemu. Ellen langsung berlari ke arah wanita itu dan bersujud di kakinya. Ellen menangis. Betapa besar dosanya terhadap wanita yang telah melahirkannya itu. Seandainya ia dulu menaati nasehat ibunya pasti hidupnya lebih bahagia dan ia tidak akan merasa berdosa seperti ini. Wanita itu memegang pundak Ellen dan menyuruhnya berdiri. Wanita itu lalu memeluk Ellen sambil menangis.

“Ma, maafin aku. Aku tau aku salah. Harusnya aku turutin maunya mama. Maafin aku, ma.”
“Gag sayang, maafin mama. Harusnya mama gag usir kamu dulu sehingga kita jadi terpisah jauh. Mama sudah coba cari kamu kemana-mana, tapi gag pernah ketemu,. Akhirnya kamu pulang, mama sangat senang bisa ngeliat kamu lagi.”
“Aku juga, ma. Oh ya ma, ini anak-anak aku. Ini Alvin dan yang kecil, Romeo.”
“Halo cucu-cucu oma. Sini, peluk omanya.”
Alvin dan Romeo berjalan ke arah Julia. Julia memeluk mereka berdua. Julia lalu menyuruh pembantunya untuk menyiapkan hidangan lezat karena ia akan mengadakan jamuan makan malam sebagai perayaan kembalinya Ellen.

***
 Sharon  dan ibunya tiba di rumah nenek nya. Disana sudah ada Kennard dan orang tuanya dan seorang wanita yang sedang berjalan bersama seorang anak kecil. Kennard lalu menghampirinya.
“Hai, Shar. Oma dari tadi nungguin lu dan nyokap lu. Ayo buruan masuk !”
“Hah? Memang ada acara apa sih?”
“Tante Ellen, anak oma yang hilang sudah kembali.”
“Loh? Maksud lu wanita yang tadi duduk di sofa itu? Memang dia dari mana aja selama ini?”
“Dia ternyata tinggal di California bareng suami dan dua anaknya.”
“Dua? Tadi gue cuma liat dia jalan bareng satu anak kecil, yang satu lagi dimana?”
“Itu. Yang lagi jalan ke arah kita.”
“Hah?”
Sharon terkejut. Sepupunya yang sedang berjalan ke arahnya adalah cowok yang tadi sore dia temui, yang sedang mendekati teman dekatnya Alice. Alvin.

Saturday, January 15, 2011

Bab 3 - part 2

Adel meminum minuman yang tadi dipesannya. Sharon sedang sibuk membalas sms dari cowok-cowok yang sedang mendekatinya. Adel melihat Jason masuk bersama Bobby, Revon, dan seorang perempuan yang tidak ia kenal. Jason yang melihat Adel, langsung menghampirinya.
“Hai, Shar! Hai, teddy bear! Kenalin ini cewek gue. Namanya Marsha. Marsha, kenalin ini Sharon dan ini Adel.”
“Hai, Marsha.” 
Sharon dan Adel menyapa Marsha dengan kompak. Marsha hanya tersenyum. Jason dan Marsha duduk di samping Adel, sedangkan Bobby dan Revon duduk disamping Sharon.
“Cowok lu mana, Del?”
“Siapa? Kennard?”
“Iyalah, memang ada yang lain lagi?”
“Dia lagi liburan sama keluarganya.”
“Ooh. Gue dan Marsha sebentar lagi mau ke mal. Lu dan Sharon mau ikut?”
“Gag usah. Gue gag mau ganggu.”
“Gag apa-apa lagi, Del. Ya kan, Sha?”
“I-iya..” 
Marsha terpaksa menjawab iya. Sebenarnya Marsha hanya ingin jalan berdua saja dengan Jason. Ia bingung kenapa Jason sepertinya begitu perhatian pada Adel. Ia tau Jason memang sering bergonta-ganti pacar. Ia sendiri juga begitu. Tapi kali ini ia serius dengan Jason.
“Gag. Lagian gue sudah ada janji lain. Ya kan, Shar?”
“Hah?”
Sharon bingung. Setau Sharon mereka tidak akan kemana-mana habis ini. Adel lalu menendang kaki Sharon sebagai isyarat agar Sharon menjawab iya.
“Aa..Oh, iya.”
“Memang kalian mau kemana?”
“Kita..”
“Kita mau ke rumah Alice.”.
“Oo..Ya sudah, gue sama marsha pergi dulu ya. Bye semua!”

Jason dan Marsha keluar dari café itu. Revon dan Bobby bergabung dengan meja Tristan dan kawan-kawannya.Adel menerima chat dari Kennard lewat Blackeberry Messengernya. Kennard sangat perhatian padanya. Tapi Adel masih canggung di depannya. Kennard adalah pacar pertamanya. Seandainya ia tidak pernah jatuh cinta pada Tristan dulu, pasti hanya Kennard yang ada dipikirannya. Kadang ia merasa bersalah membanding-bandingkan Tristan dengan Kennard.
Kennard dan Tristan tergabung dalam satu geng yang sama. Tiap kali Kennard akan mengantarkannya pulang dari sekolah pasti di antara gerombolan teman-teman Kennard ada Tristan. Adel mencoba untuk tidak peduli dengan keberadaan Tristan, tapi tetap saja sangat sulit untuk menjauhkan Tristan dari pikirannya
“Del, kenapa kita gag ikut sama Jason aja? Kan bosen disini”
“Memang lu gag liat eksperesinya Marsha pas Jason ngajakin kita?”
“Marsha doang, ngapain dipeduliin sih? Palingan dia cuma main-main sama Jason.”
“Lu yakin, Shar? Tapi kenapa Marsha kelihatannya kali ini serius pacaran sama Jason?”
“Iya sih. Gue juga, kali ini sama Raymond serius." "Masa? Jangan sampai sakit hati lu kalau seandainya dia yang cuma main-main sama lu."
"Ih, jangan nakut-nakutin gitu dong, del ! Oh ya, Revon sama Bobby kemana sih?”
“Mereka gabung ke mejanya Tristan.”
“Ooh, kita gabung juga yuk!”
“Ngapain?”
“Tadi Raymond sms gue katanya kita disuruh gabung kesana, lagipula lu kan pacarnya Kennard, jadi gag apa-apa kalau kita gabung sama mereka.”
Sharon menarik tangan Adel. Mereka berjalan ke arah meja tempat Tristan dan kawan-kawannya duduk. Sharon lalu menyapa mereka.
“Hai guys!”
“Hai shar! Sini gabung! lu duduk samping gue. Adel, lu duduk di sampingnya Tristan.”
Raymond menunjuk ke kursi disebelah Tristan, itu memang satu-satunya kursi yang tersisa. Akhirnya Adel berjalan ke kursi itu. Ia lalu memberanikan diri untuk menyapa Tristan.
“Hai, gue duduk disebelah lu ya.”
“Iya, duduk aja.”
 Tristan menjawab dengan nada datar, sepertinya Tristan tidak peduli dengan keberadaan Adel. Tapi Adel tau ini kesempatannya untuk bertanya pada Tristan mengenai sikapnya selama ini. 
“Tristan, lu marah ya sama gue?"
“Maksud lu?”
"Kenapa sikap lu dingin banget ke gue?”
"Biasa aja." 
“Gag, buat gue itu gag biasa. Kenapa sejak terakhir gue sms lu, dua tahun yang lalu, sikap lu berubah drastis ke gue?”
“Gue gag tau. Lagian itu dua tahun yang lalu, ngapain masih lu inget-inget?”
“Ya karena..”
“Karena apa?”
“Karena gue masih..masih pengen jadi teman lu kayak dulu.”
“Kita masih bisa kok.”
“Maksudnya?”
“Ya kita masih bisa jadi teman kayak dulu.”
Tristan menyodorkan kelingkingnya, lalu mengaitkan kelingkingnya pada kelingking Adel. Adel merasa ia sepertinya telah menemukan Tristan yang dulu, Tristan yang dekat dengannya dan selalu membuatnya bahagia.
“Jadi kita teman kan sekarang?”
“Iya.Mulai sekarang kita akan berteman lagi kayak dulu, del.”

Friday, January 14, 2011

Bab 3 - part 1

Sharon memesan minuman untuk ia dan Adel. Adel melihat ke sekelilingnya. Banyak teman-teman SMPnya disana namun tidak semuanya ia kenal. Tiba-tiba ia  melihat seseorang yang sejak liburan belum pernah ia temui. Tristan. Mantan kakak kelasnya di SMP dulu. Laki-laki yang membuatnya jatuh cinta hingga akhirnya terpuruk dalam kesedihan.
“Hush! Jangan bengong gitu. Ngeliatin siapa sih? ”
“Gag ngeliatin siapa-siapa kok. Cuma lagi mikir aja.”
“Oh, ya sudah.”
Adel kembali memikirkan Tristan. Sharon mengacaukan lamunannya. Sharon memang tidak tau mengenai perasaannya pada Tristan. Bahkan tidak ada satupun orang yang tau. Ia memang sengaja menutupinya agar tidak ada yang mengetahui hal ini, karena bagi Adel, ini adalah hal yang tidak perlu diketahui orang lain.

***
Tristan dikenal sebagai seorang pemimpin dari kelompok anak-anak nakal di sekolah. Ia tidak begitu populer dikalangan gadis-gadis karena ia tidak dekat banyak gadis.
Adel pertama kali bertemu Tristan saat menghadiri acara sekolah dimana Tristan diajak oleh temannya untuk turut serta. Awalnya Adel tidak begitu menyukai Tristan karena tingkah lakunya yang semaunya. Tapi itu semua berubah saat ia mengenal Tristan yang sebenarnya.
Sebulan kemudian, Sharon bercerita kalau seorang kakak kelas sedang mendekatinya. Namanya adalah Tristan. Saat itu Tristan berstatus pacar Felicia. Karena saat itu keduanya sudah punya pacar, jadi mereka tidak melanjutkan hubungan itu.
Setelah Sharon dan Tristan putus dari pacar mereka masing-masing, Tristan kembali mendekati Sharon. Felicia yang tau tentang hal itu pun merasa Sharon menghianatinya. Ia mulai membenci Sharon. Sedangkan Adel dan Alice bersikap netral.
Tristan tidak tau banyak tentang Sharon. Karena itu ia memutuskan untuk mendekati sala satu teman Sharon yang bisa memberikannya informasi tentang Sharon. Akhirnya ia memilih Adel.
Sore itu, Adel sedang sibuk di depan komputernya. Ia membuka profile facebook seorang teman lamanya. Tiba-tiba muncul chat dari seseorang. Ia membuka chat itu. Ternyata Tristan-lah yang men-chatnya. Mereka pun mulai mengobrol lewat chat itu.

Tristan : Hey
Adel     : Iya?
Tristan : Lu temannya Sharon yang kemarin, kan?
Adel     : Iya, kenapa?
Tristan : Gag apa-apa, lagi apa?
Adel     : Lagi ol aja. Lu?
Tristan : Lagi ol tapi bentar lagi mau pergi ke café.
Adel     : Ooh, ya sudah. Bye
Trsitan : Yaah..
Adel     : Kenapa yaah?
Tristan : Kita kan baru ngobrol bentar. Gue ganggu ya?
Adel     : Gag kok. Gue cuma takut salah ngomong aja.


Adel tidak tau harus mengatakan apa lagi. Ia merasakan perasaannya mulai melembut terhadap Tristan. Sepertinya ia sudah bepikiran terlalu buruk tentang Tristan. Tak lama Tristan menghakhiri chat itu karena teman-temannya menjemputnya. Mereka akan segera pergi ke café dailycious.
Adel mendengar handphone nya berbunyi. Jason menelfon.
“Halo, teddy bear.”
“Apaan sih lu, Jas?”
“Gag apa-apa. Eh, malam ini lu gag kemana-mana kan?”
“Gag.”
“Sepuluh menit lagi gue jemput ya. Siap-siap ya, teddy.”
“Tap..”
Belum sempat ia menjawab Jason sudah menutup telfonnya. Jason selalu begitu. Se-enaknya menutup telfon padahal ia belum sempat menjawab. Sepuluh menit kemudian Jason datang.
“Del, ada Jason di depan. Cepat temui dia.”
“Tapi dia mau ngajak aku pergi ma.”
“Ya sudah. Mama izinkan kok. Ini kan malam minggu. Tapi jangan pulang malam-malam ya!”
 Karina keluar dari kamar anaknya itu. Ia menyurh Jason untuk menunggu di teras. Kemudian ia masuk untuk menyiapkan makan untuk suaminya dan anak-anaknya. Adel sepertinya sedang bedandan di kamarnya. Beberapa menit kemudian Adel keluar dari kamarnya dengan mengenakan kaos, jaket, dan celana pendek. Ia lalu menghampiri Jason.
“Eh, teddy bear.”
 Adel hanya diam. Ia tidak suka di panggil teddy bear. Dari kecil Jason selalu memanggilnya teddy bear karena ia sangat menyayangi sebuah teddy bear yang di berikan oleh pangeran masa kecilnya. Tapi akhirnya itu malah jadi bahan ledekan Jason untuknya.
“Ya sudah. Sorry deh.”
“Iya. Gue maafin. Gue kan anak baik. Oh ya, kita mau kemana sih?”
“Sudah ikut aja. Kita ke tempat nongkrong anak-anak sekolah kita. Belum pernah kan?”
“Belum. Gag apa-apa kan aku pakai baju kayak gini aja?”
“Gag apa-apa.”
Jason membonceng Adel di motornya. Mereka pun memulai perjalanan mereka. Jason membawa Adel ke sebuah café bernama dailycious. Mereka masuk ke dalam café itu. Saat itu Adel masih menggunakan kacamata dan kelihatan tidak fashionable, sehingga ia tidak begitu dianggap oleh teman-teman sekolahnya yang ada di café itu.
Ia dan Jason duduk di tempat duduk dekat panggung. Ia melihat seorang laki-laki yang ia kenal sedang bermain drum bersama bandnya. Laki-laki itu adalah Tristan. Tristan tersenyum kearahnya. Ia pun balas tersenyum. Jason menyaksikan kejadian itu.
Setelah selesai tampil di panggung itu, Tristan menghampiri Adel. Adel tampak begitu gugup.
“Hai.”
“H-hai.”
“Kok ada disini?”
“Dia yang ngajak.” 
Adel menunjuk ke arah Jason. Jason hanya tersenyum.
“Ooh. Ya sudah gue duluan ya.”
“Okey.”
Tristan berjalan ke arah teman-temannya, meninggalkan Adel dan Jason. Adel tersenyum manis. Jason tidak tau apa sebenarnya hubungan Adel dan Tristan tapi yang pasti ia tidak menyukai itu. Adel sadar kalau dari tadi Jason memperhatikannya.
“Apa sih liat-liat?”
“Gag apa-apa. Kita balik aja yuk.” 
 Jason sudah kehilangan moodnya. Adel sebenarnya masih ingin menghabiskan waktu lebih lama disana, tapi ia tidak enak pada Jason. Ia lalu mengangguk.
“Okey. Gue bayar dulu ya.”
“Sip.”
 Jason berjalan ke kasir untuk membayar. Adel menyusulnya. Jason lalu mengantarkan Adel pulang.
Dua hari kemudian di sekolah, Adel membuka lokernya. Ia mengambil beberapa buku yang ia taruh di lokernya. Saat ia menutup pintu lokernya, ternyata ada Tristan di balik pintu itu.
“Hai, Adel.”
“Hai. Kok ada disini?”
“Gag apa-apa. Iseng aja. Oh ya, gue boleh minta nomor handphone lu gag?”
“Buat apa?”
“Gag tau.. hehe. Jadi boleh gag?”
“Boleh. 0898756432.”
“Thanks ya.”
“Sama-sama.”
“Nanti gue telfon ya.”
“Jangan!”
“Kenapa?”
“Ya, jangan aja. Ehm, gue ke kelas dulu ya. Bye.”
“Okey. Bye.”
Adel masuk ke kelasnya. Tristan bergabung dengan teman-temannya. Setelah pulang sekolah, Adel pulang ke rumah. Selesai mandi, handphonenya berbunyi. Nomornya tidak ia kenal. Ia mengangkat telfon itu.
“Hallo.Ini siapa ya?”
“Masa gag ngenalin?”
“Tristan?”
“Yoi.”
“Kan sudah gue bilang jangan telfon!”
“Ya, maaf deh. Dimaafin kan?”
“Iya. Ya sudah lanjut di sms aja ya.”
“Oke.” 
Beberapa menit kemudian datang sms dari Tristan. Mereka berdua melanjutkan obrolan mereka lewat sms. Mereka semakin dekat.
Tanpa diduga, Adel mulai jatuh hati pada Tristan. Tristan sendiri mulai menyayangi Adel walau tidak sebesar rasa sukanya pada Sharon. Tristan menganggap Adel sebagai adiknya sekaligus teman baiknya, karena Adel selalu mendukungnya.
Beberapa bulan berlalu. Sampai Adel naik ke kelas delapan dan Tristan ke kelas sembilan. Tristan mulai berubah. Adel merasa Tristan tidak lagi memperhatikannya seperti dulu. Adel merasa begitu egois. Ia mulai bergantung pada Tristan. Karena itu ia ingin mengakhiri saja hubungannya yang tidak jelas dengan Tristan.
Tristan menirimkan sms pada Adel. Seperti biasa Adel dengan cepat membalasnya. Tristan menanyakan bagaimana perasaan sharon padanya. Adel merasa kalau inilah saat yang tepat untuk memberitahukan Tristan kalau ia sudah tidak bisa lagi membantunya.

Tristan, maafin gue, tapi gue sudah gag bisa lagi bantuin lu buat mendekati Sharon. Gue takut kalau gue kasih lu terlalu banyak harapan kalau Sharon juga suka sama lu, lu nantinya sakit hati. Gue benar-benar minta maaf Tristan :(   

Adel

Adel sudah tidak tau lagi mau memberikan alasan apa pada Tristan. Adel menunggu balasan dari Tristan. Tapi seharian ia menunggu, Tristan tidak kunjung membalas sms-nya. Sejak hari itu hubungan mereka berubah seratus delapan puluh derajat. Tristan sibuk dengan teman-temannya, begitupun dengan Adel yang tahun itu merasakan perubahan besar pada dirinya. Dulu sahabatnya, Alice adalah anak yang terkenal, otomatis ia pun ikut dikenal, tapi kini semua sudah berubah.
Setiap kali bertemu Tristan tidak pernah menganggap Adel ada. Itu berlangsung sampai Tristan lulus. Adel berharap suatu hari ia dan Tristan bisa dekat seperti dulu. Saat ulang tahunnya yang ke tiga belas, Adel berharap Tristan akan mengucapkan selamat ulang tahun untuknya. Namun sepanjang hari ia menunggu, Tristan tidak mengucapkan apaupun padanya. Padahal Tristan melihatnya ketika Sharon dan Alice membawa sebuah kue tart kecil bertuliskan namanya. Saat kelas sembilan Adel mulai merubah penampilannya. Ia melepaskan kacamatanya dan menggunakan contact lense. Ia mengubah gaya rambutnya dan mulai ber-makeup. Ia bukanlah Adel yang dulu lagi. Ia bahkan sudah memilik pacar yang tampan dan menyayanginya.

Bab 2 - part 3

Alice menelfon Adelia yang biasa di panggil Adel dan Sharon untuk datang membantunya menyiapkan diri untuk bertemu Alvin nanti sore. Sharon yang baru selesai mandi langsung menyiapkan peralatan make-up serta baju untuk dipakai Alice. Sedangkan Adel yang sedang memasak cookies bersama ibunya, langsung meminta izin untuk pergi.
Adel sudah sangat merindukan teman-temannya itu. Ia tidak ikut ke acara berlibur bersama di Singapura seperti kedua temannya. Ia memang tidak sekaya kedua temannya, yang bisa menghabiskan uang jutaan untuk berlibur bersama ke luar negeri. Ia lebih memilih menyimpan uang itu untuk membeli Notebook baru yang ia inginkan.
Adel berpamitan pada ibunya. Ia mengeluarkan motornya dari garasi rumah dan mengendarainya menuju rumah Alice. Ia pun tiba setelah sekitar lima belas menit berkendara menuju rumah Alice. Satpam rumah Alice yang sudah mengenalnya langsung membukakan pintu untuknya. Mbok Yem mempersilakannya masuk. Ia lalu masuk ke kamar Alice.
“Hai, Alice!”
“Adel! Gue kangen banget sama lu. Gue mau cerita banyak banget sama lu!” 
 Mereka berdua berpelukan. Alice lalu menarik tangan Adel dan mengajaknya duduk di tempat tidurnya.
“Mau cerita apa?”
“Soal cowok yang tadi gue ceritain di telfon.”
“Ooh. Ayo mulai ceritanya, gue udah kepo nih!”
Alice mulai bercerita tentang Alvin. Tak lama Shaorn datang membawa peralatan make-up dan beberapa pasang baju.
“Hai-hai! Pasti lagi ngomongin gue ya?”
“Dih, PD banget lu!”
“Alice lagi cerita soal gebetan baru, Shar. Biasa orang lagi jatuh cinta.” 
Mereka tertawa. Sharon memberikan isyarat pada Adel untuk memulai acara make over mereka. Alice menyadari hal itu.
“Wah, kayaknya lu berdua sudah punya rencana jahat nih.”
“Tenang aja, gue jamin Alvin langsung starstruck liat lu!”

Sharon dan Adel pun mulai mendandani Alice. Sharon mencari baju yang cocok untuk Alice. Akhirnya ia menemukan baju yang pas untuk Alice, sebuah denim dress dipadukan dengan blue cardigan sebagai luarannya. Dan setelah itu tibalah giliran Adel untuk mendandani Alice.
Pertama-tama ia membersihkan wajah Alice. Kemudian ia mengoleskan foundation, menambahkan bedak dengan menggunakan brush, dan memakaikan eye shadow berwarna coklat muda dengan tambahan sedikit warna pink sebagai highlightnya ke wajah Alice. Untuk blush on, Adel memilih warna pink muda yang di campur dengan sedikit warna beige agar kulit Alice terlihat hangat. Dan untuk sentuhan terakhir dari riasan, ia mengoleskan lipstik pink muda dan setelah itu ditambahkan lip gloss.
Alice terlihat sangat cantik. Adel dan Sharon bangga dengan hasil make over mereka itu. Tapi ada satu hal lagi yang kurang. Rambut! Rambut panjang Alice masih berantakan. Sharon mengeluarkan curling iron dari tasnya dan menata rambut Alice. Adel menunggu sambil mencarikan Alice sepatu yang pas.
Setelah dua puluh menit menata rambut Alice akhirnya Sharon berhasil menyempurnakan penampilan Alice hari itu. Adel membawakan sebuah flat shoes cantik berwarna putih, mengingat Alice tidak terbiasa menggunakan sepatu high heesl.
Alice masuk ke kamar mandi dan mengenakan pakaian dan sepatu yang sudah disiapkan kedua temannya itu. Ia lalu keluar. Adel langsung memotretnya.
“Ih. Iseng banget sih!”
“Biarin aja. Ayo cepetan! Nanti telat loh ketemu prince charming Alvin.” 
Adel menggodai Alice.
“Eh tunggu! Enak aja main pergi-pergi langsung!”
“Loh? Memangnya kenapa?” 
Alice dan Adel bingung melihat Sharon yang melipat tangannya seperti anak kecil yang sedang ngambek.
“Masa lu doang yang cantik? Gue sama Adel dandan dulu dong!” 
Alice dan Adel baru mengerti maksud Sharon. Akhirnya Alice menunggu Sharon dan Adel berdandan. Mereka berdua tidak kalah cantik dengan dirinya. Tapi mereka berdua sengaja menggunakan make up yang nude dan bergaya casual agar Alice terlihat paling menonjol di depan Alvin. Mereka keluar dari kamar Alice dan berjalan dan berjalan turun ke lantai bawah.
“Ya ampun, non. Ayu tenan. Mbok Yem sampai pangling.”
“Makasih, Mbok. Aku pergi dulu ya.”
“Iya, non. Jangan pulang malem-malem ya, non.”
“Sip, mbok.”
“Da-da, Mbok.” 
Adel dan Sharon mengucapkan selamat tinggal papad mbok yem berbarengan. Mbok Yem hanya tersenyum. Ia senang melihat Alice yang sekarang sudah bisa berdandan. Alice, Sharon, dan Adel naik ke mobil Sharon. Supirnya sudah menunggu dari tadi.
Mereka berbincang-bincang selama perjalanan menuju café Dailycious. Tak lama kemudian, mereka tiba di café Dailycious. Mereka masuk kedalam Café itu. Café itu sudah sering mereka datangi. Banyak teman-teman mereka yang juga sering datang ke café itu.
Ketika baru tiba disana Alice langsung mencari keberadaan Alvin. Sharon dan Adel mencari tempat duduk yang kosong
***
Alvin sudah menunggu dari lima belas menit yang lalu. Ia memang sengaja datang lebih awal. Ia sudah membawa sebuah kotak berisi coklat untuk Alice.
Tak berapa lama, Ia melihat Alice datang. Ia memanggil Alice. Alice kemudian datang mendekat. Alice terlihat begitu anggun dan cantik. Tidak seperti yang ia temui di Singapura, hari ini Alice kelihatan feminim. Sepertinya ia datang bersama dua temannya, Sharon dan seorang gadis lain yang belakangan ia ketahui bernama Adel.
“Hai, Vin. Sudah lama nunggu?”
“Hai, Lis. Gag kok, baru sebentar.”
“Ooh..” 
Alice tidak tau mau bertanya apa lagi. Sepertinya suasana belum begitu cair. Alvin pun memberanikan diri untuk memulai pembicaraan.
“Alice.”
“Ya?”
“Kamu hari ini beda banget.”
“Hah? Aneh ya? Atau kemenoran?”
“Gag kok. Cantik malah.Tapi aku mau kamu tau satu hal, aku suka kamu apa adanya.”
Alice kaget mendengar pernyataan Alvin barusan. Wajahnya memerah. Keheningan yang membekukan mereka berdua, sepertinya sudah mencair. Mereka mulai mengobrol dengan santai.

Bab 2 - part 2

Alice duduk di meja makan bersama dengan ayahnya, ibunya, dan Alden. Mbok Yem hari ini memasak makanan kesukaannya, Sup Kacang Merah. Dulu ketika Alice masih kecil, Adita sering mebuatkan Alice sup kacang merah, namun karena sekarang ia sibuk, Mbok Yem lah yang membuatkan Alice sup itu. Alice sangat senang karena hari ini mereka sekeluarga bisa makan bersama.
“Gimana jalan-jalannya di Singapore, sayang?”
“Menyenangkan banget, pa.”
“Waw, bagus dong! Biasanya kan kamu selalu sebel ikutan acara sekolah, kenapa kali ini menyenangkan?”
“Ada deh.”
"Ah, paling karena habis ketemu cowok ganteng.” 
Alden menyahut. Alden seperti bisa membaca pikirannya. Alice hanya tersenyum malu-malu. Tanpa sadar mukanya memerah.
“Apaan sih, kak Alden?”
“Tukan, mukanya merah!”
“Iih..Oh ya, kak. Tadi suaranya Kak Mei bagus banget.”
“Mei? Mei siapa? Mama pengen tau dong.” 
Ternyata Adita memperhatikan juga pembicaraan keluarga itu.
“Itu loh, ma. Pacar barunya Kak Alden. Suaranya bagus banget!”
“Wah, kok kamu gag ngenalin sama mama dan papa sih?”
“Gag ah, ntar mama intogasi lagi.” 
Alden menyaut sambil bercanda. Tapi memang, setiap gadis yang di bawa Alden ke rumah pasti akan ditanyai berbagia macam pertanyan oleh Adita. Alden takut Mei malah akan takut berdekatan dengannya karena sikap mamanya itu.
“Sudah, nanti saja kalau Alden sudah serius hubungannya baru di kenalkan ke kita. Setuju?” 
 Suara berat Sergie menenangkan hati Alden. Alden melanjutkan makannya.
“Okey, mama setuju. Ngomong-ngomong soal pacar, Kamu gimana, Lis? Sudah jadian belum sama Revon?”
“Hah? Revon?”
“Iya, dia kan sudah dekat sam kita semua. Tunggu apa lagi?”
“Aku gag suka sama dia, ma.”
“Kenapa? Dia itu sudah ganteng, pintar, dari keluarga baik-baik lagi.”
“Plus sekarang dia yang menggantikan aku jadi kapten basket.” 
Alden menyahut. Ia sangat senang bisa menggoda adik perempuannya itu. Tapi Alice hanya diam. Sebenarnya Alden tau kalau sudah berkali-kali Revon menyatakan perasaannya pada Alice, namu selalu di tolak. Makanya Revon sering meminta sarannya untuk mendekati Alice.
“Ya sudah, kalau kamu gag suka sama Revon. Kita lanjutkan makannya saja ya.” 
 Adita mengerti perasaan Alice. Iya juga dulu begitu tiap kali di tanyakan tentang hubungannya denga Sergie, tapi akhirnya mereka menikah juga. Ia cukup senang hari ini bisa bersama dengan keluarganya. Karena ini adalah hal yang jarang terjadi. Ia dan suaminya sama-sama bekerja. Sergie sibuk di perusahaan CD orginal miliknya. Sedangkan ia sibuk dengan butik-butik miliknya. 

Setelah selesai makan Alice kembali ke kamarnya, meninggalkan Alden dan orangtuannya yang sedang menonton televisi. Alice masih lelah karena baru pulang dari Singapura tadi siang.

***
Alvin, Robby, dan Ellen berkumpul di ruang keluarga. Alvin tidak sabar mendengar keputusan orangtuannya.
“Vin, mama dan papa sudah putuskan. Kamu boleh masuk ke sekolah itu. Tapi karena letaknya cukup jauh. Kamu akan diantar kan oleh Pak Aryo setiap hari. Dan nanti pulangnya mama yang akan jemput.”
“Kenapa aku gag naik mobil sendiri aja, pa?”
“Kamu kan belum tau jalan, Alvin.”
“Oh. Maaf . Aku baru ingat kita bukan di California lagi.”
“Ya sudah. Kamu pergi tidur saja. Besok kita akan pergi ke sekolah itu.”
“Baiklah, pa.” 
Alvin masuk ke kamarnya meninggalkan orangtuannya. Hanya ada Robby dan Ellen di ruangan itu. Robby sedang menerima telfon dari kliennya. Ellen berjalan masuk ke kamar Romeo untuk mengecek anaknya itu.
Alvin masuk ke kamarnya. Ia berbaring di tempat tidurnya. Dia tidak sabar untuk melihat sekolah barunya besok pagi. Besok juga ia akan bertemu dengan Alice. Tadi siang ia sudah bertanya pada Mas Aryo dimana letak café Dailycious, dan ternyata café itu dekat dengan rumahnya. Ia lalu tidur di tempat tidur barunya itu.
Alvin bangun dari tidurnya. Jam sudah menunjukan pukul delapan pagi. Ia bergegas mandi dan berpakaian. Ia keluar dari kamarnya. Orangtuanya dan adiknya sudah duduk di meja makan untuk sarapan. Ayahnya sudah berpkaian rapih.
“Ayo sarapan, Vin. mama sudah siapkan roti untuk kamu, disamping piring papa.” 
“Vin, habis ini kamu ikut papa ke sekolah baru kamu untuk daftar masuk sekolah.”
“Baik, pa.”
Tak lama kemudian mereka selesai sarapan. Alvin dan Robby berangkat ke SMA Prestasi Bangsa. Ayah dan anak itu hanya diam selama di perjalanan, tidak saling berbicara satu sama lain. Akhirnya mereka tiba di SMA Prestasi Bangsa.
Di dalam wilayah sekolah itu terdapat lima Gedung yaitu gedung TK, gedung SD, gedung SMP, gedung SMA, dan gedung pertemuan. Sekolah itu dilengkapi dengan lapangan basket, lapangan futsal, lapangan badminton indoor, kolam berenang indoor, dan berbagai macam fasilitas lainnya. Ayahnya bilang, sekolah ini adalah salah satu sekolah terbaik di Jakarta. Yang bisa masuk ke sekolah itu hanyalah orang yang ekonominya mapan dan anak-anak yang mendapat beasiswa karena kepintarannya.
Alvin dan Robby masuk ke sebuah ruangan di dalam gedung SMA yang bertuliskan tata usaha. Alvin yang tidak tau apa itu tata usaha, hanya diam saja ketika ayahnya mengobrol bersama seorang wanita setengah baya yang belakangan ia ketahui bernama Maria. Maria menyuruhnya untuk datang lagi besok membawa raport dan beberapa hal yang dibutuhkan untuk dimasukan ke data siswa. Alvin juga disarankan untuk mempelajari buku-buku pelajaran berstandard nasional untuk test masuk yang akan dilangsungkan lusa. Maria lalu memberikan sebuah formulir untuk diisi. Robby pun mengajak Alvin untuk keluar dari ruangan itu dan kembali ke mobil.
Robby mengajak Alvin untuk makan siang di café temannya. Tak lama mereka sampai. Alvin dan Robby duduk. Tiba-tiba Robby melihat seorang wanita yang ia kenal mendekat. Dialah Katty.
Katty adalah pelayan restaurant itu. Restaurant itu di kelola oleh Roger. Roger sengaja memilih pelayan-pelayang yang bertubuh indah untuk memikat pelanggan. Karena Robby adalah teman baiknya, ia sengaja menyuruh Kattie, pelayan kesayangannya untuk melayani Robby. Setau Roger, Robby sedang bermasalah dengan istrinya. Namun sepertinya Robby sama sekali tidak tertarik dengan Kattie. Tapi bukan Kattie namanya kalau semudah itu menyerah. Ia tetap mencoba untuk mendekati Robby.
Katty mendekat ke arah Robby dan duduk di sampingnya. Robby berusaha menjauh tapi Katty mendekatinya lagi.
“Hai sayang, mau pesan apa?” Katty bertanya pada Robby dengan mesra lalu mendekatkan wajahnya kearah Robby.
“Satu cappuccino dan satu nasi goreng. Kamu mau pesan apa, Vin?”
“Lemon tea aja.”
“Kamu gag makan?”
“Gag nanti saja di rumah.”
“Okey, so one cappuccino, one lemon tea and one fried rice ya. Be right back ya, sayang ”
Katty pun berjalan pergi meninggalkan Alvin dan Robby. Alvin hanya diam. Ia tidak tau siapa wanita itu tapi sepertinya wanita itu adalah selingkuhan ayahnya.
“Vin, kamu jangan salah paham ya. Dia bukan siapa-siapa papa kok.” 
Robby yang seperti mengetahui pikiran Alvin, langsung mencoba mengklarifikasi kejadian tadi. Alvin hanya diam. Kalau memang bukan siapa-siapa kenapa ayahnya membiarkan wanita itu berskap seperti tadi? Ia semakin tidak menyukai ayahnya.
Tak lama Kattie datang kembali. Ia kembali duduk di samping Robby sambil bersender di punggung Robby. Kattie tau kalau anak laki-laki dihadapannya itu adalah anak Robby. Dan Ia sengaja melakukan hal itu di depan anaknya agar anak itu melaporkannya ke ibunya dan akhirnya Robby bercerai dengan istrinya. Tapi Kattie salah, Alvin takkan memberitaukan itu semua pada ibunya. Ia takkan menyakiti perasaan ibunya.