Friday, January 14, 2011

Bab 1 - part 1

Pagi itu halte di dekat Sentosa 4D Magix dipenuhi oleh banyak orang. Sebagian besar dari mereka adalah murid SMP Karya Pelita yang sedang sedang berlibur bersama di Singapura dalam rangka perpisahan kelas 9. “Bus-nya datang!” salah seorang murid SMP Karya Pelita berteriak. Alice menarik tasnya dan berjalan ke arah gerombolan anak sekolah yang sedang menaiki Sentosa bus. Ia menyesal tidak meminta izin untuk menemani sahabatnya, Sharon yang sedang sakit di hotel. Seandainya ia bersama Sharon, mungkin ia tak akan sebosan ini. Tak ada satu pun anak yang mau berbicara dengannya. Bahkan walaupun bus itu penuh, murid perempuan yang tidak mendapatkan tempat duduk lebih memilih berdiri dari pada duduk di sampingnya.

***

Saat awal masuk ke SMP Karya Pelita, ia hanya memiliki tiga teman dekat, Sharon, Adelia, dan Felicia. Itu bukanlah hal yang buruk jika di bandingkan dengan apa yang ia alami sekarang. Sekalipun hanya memiliki tiga teman dekat, bukan berarti tidak ada lagi yang mau berteman dengan Alice.  Hampir semua anak-anak seangkatnya berharap menjadi teman dekatnya. Alasanya karena ayah Alice adalah Sergie Alexander, seorang pengusaha sukses yang sering di undang ke acara-acara tv karena kesuksesannya dan ibunya Adita Putri, seorang perancang busana ternama yang sudah memiliki clothing line. Bukan hanya anak seangkatanya, kakak kelasnya pun ingin berteman dengannya. Tapi ini bukan karena orang tuanya, melainkan karena kakak laki-lakinya, Alden. Alden adalah Kapten Basket di SMP Karya Pelita. Bukan hanya pintar bermain basket, Alden juga pintar dalam pelajaran dan tampan. Tidak heran banyak siswi sekolah itu yang tergila-gila padanya. Dan karena itu Alice merasa sangat beruntung awalnya.

Awalnya Alice berpikir semua itu akan terus berlangsung sampai ia lulus, tapi ternyata tidak. Alden lulus tahun itu dan pindah ke SMA lain. Tahun ajaran berikutnya, kakak-kakak kelasnya sudah berhenti mengejar cinta Alden dan secara otomatis Alice kehilangan kakak kelas yang berharap jadi temannya. Pada tahun itu juga, masuk seorang anak pindahan dari Singapura bernama Celena. Celena adalah anak pemilik sebuah perusahaan rekaman yang sudah mengorbitkan penyanyi-penyanyi papan atas Indonesia, juga rekan kerja dari Sergie Alexander. Popularitas Alice pun tergeser.

Tahun itu benar-benar tahun yang menyedihkan untuk Alice. Bukan hanya popularitas, tapi ia juga kehilangan salah satu teman dekatnya, Felicia. Selama ini Felicia hanya berteman dengannya karena popularitas semata. Ia bersyukur Sharon dan Adel tidak seperti itu. Felicia bergabung dengan geng Celena. Celena awalnya tidak berniat untuk memusuhi Alice dan kedua sahabatnya, tapi Felicia-lah yang sengaja memfitnah Alice di depan Celena.
“Cel, bukannya aku gimana ya, tapi aku pernah dengar Alice bilang kamu itu kecentilan, mungkin dia iri kali ya kamu lebh cantik dari dia”
“Beneran? Kayaknya dia gag sejahat itu deh, Fel.”
Awalnya Celena tidak percaya, tapi lama kelamaan ia pun terhasut dan mulai bersikap dingin pada Alice. Berita itu membuat semua murid perempuan menghindari Alice. Semakin lama, semakin banyak berita miring tentang Alice hingga ia hanya berteman dengan Sharon, Adel, dan beberapa siswa laki-laki. Kedekatannya dengan siswa laki-laki pun membuatnya semakin tida disukai siswi–siswi permpuan. Alice merasa serba salah, apapun yang ia lakukan membuatnya semakin tidak di sukai.

***
Alice duduk sendiri di bus itu, beberapa temannya yang sebelumnya tidak mendapatkan tempat duduk, akhirnya mendapatkan tempat duduk. Tidak semua murid ada di bus itu, karena kapasitas bus terbatas. Mereka nantinya akan bertemu di halte di dekat Pantai Siloso. Alice berharap akan ada hal baik yang terjadi padanya hari ini.

***
Alvin mengambil jaket dan dompetnya, ia bersiap untuk keluar dari kamar hotel. Ia sudah muak berada disana.
“Ma, could I get away for a while? Aku bosen banget”
“Kemana, Vin?”
I don’t know yet, I’ll tell you later.
Okey, but come back before night. Papa akan jemput kita nanti malam.”
Alvin berjalan keluar dari hotel dan menunggu bus di halte dekat hotel. Ia termenung mengingat kejadian yang ia alami beberapa waktu lalu.
“Vin, I’ve decided we gonna move to Jakarta next month
“Hah? Bukannya mama bilang kita gag akan ikut papa pindah?”
“Well, sebenarnya Mama juga berat meninggalkan , tapi kasihan papa gag ada yang menemani disana.”
Alvin masih tidak habis pikir, mengapa ibunya begitu mencintai ayahnya yang bahkan tak pernah memperhatikanya. Ia berjanji jika nanti ia berkeluarga, ia takkan menyia-nyiakan istrinya seperti apa yang dilakukan ayahnya. Ia melihat bus yang mendekat dan kemudian masuk ke dalamnya. Ia duduk di samping seorang gadis remaja. Sepertinya gadis itu lebih muda darinya.

***
Alice yang sebelumnya termenung memikirkan bagaimana cara membuat harinya menyenangkan baru menyadari ada seorang laki-laki yang duduk di sampingnya. Laki-laki itu tersenyum ke arahnya dan ia menyodorkan tangannya kearah Alice
“Excuse me, could I sit beside you?”
“Yes.”
“I’m Alvin, who are you?”
“Alice.”
Alice merasa bodoh. Alvin begitu ramah tapi ia hanya menjawab singkat. Ia berharap Alvin akan bertanya lagi agar ia bisa menjawab dengan lebih baik. Ia beruntung, setelah beberapa saat Alvin bertanya lagi.
“Dari Indonesia ya?”
“Iya, kok tau?”
“Dari nama sekolah kamu.”
Alice langsung melihat ke nametag nya, lalu ia balik bertanya lagi pada Alvin.
“Kamu juga dari Indonesia?”
“Nope, I’m from California, but my parents were born in Indonesia. Jadi, aku bisa bicara bahasa Indonesia”
“Tapi kenapa tampang kamu kayak bule?”
“Mamaku blasteran Indonesia-Belanda. Kamu juga blasteran kan?”
“Iya, papaku orang jerman tapi mama-ku orang Indonesia.”
Karena pembicaraan kecil itu, mereka menjadi akrab. Mereka seperti dua orang yang sudah pernah saling mengenal sebelumnya. Mereka terus mengobrol selama perjalanan. Alice merasa begitu nyaman bersama Alvin, begitupun Alvin. Alvin merasa itu adalah kebetulan karena ia dapat menemukan teman baru yang menyenangkan secepat ini. Ia dan Alice berjanji akan bertemu lagi ketika mereka kembali ke Jakarta.
Setelah sampai di Halte dekat Pantai Siloso, Alice mengikuti rombongannya yang sedang bersiap-siap untuk berfoto di sekitar pantai. Alvin mengajak Alice untuk menemaninya berjalan-jalan ke Universal Studio dan Alice setuju. Kebetulan, Ia dan rombongan sekolahnya memang akan berkujung ke Universal Studio setelah befoto di pantai. Tanpa disadari ada seseorang yang sedang memeperhatikan mereka berdua.

***
Revon memandangi Alice dari jauh. Ia begitu cemburu melihat kedekatan Alice dengan laki-laki yang tak dikenalnya itu. Andai ia tadi menemani Alice di bus, Alice takkan bersama dengan laki-laki itu. Revon sadar, ia tak punya hak untuk melarang Alice dekat dengan laki-laki itu. Ia sudah beberapa kali menyatakan cinta pada Alice tapi Alice selalu menolak. Alice lebih memilih bersahabat saja dengannya. Revon berusaha menerimanya. Tapi tanpa Alice ketahui ia selalu melarang siswa lain untuk mendekati Alice. Dan kali ini ia akan melakukan hal yang sama.
“Bob, lu berdua liat cowok yang lagi jalan bareng Alice kan?”
“Iya, kenapa memangnya, bos? Lu cemburu?”
“Jelas lah, lu gag liat? Mereka dekat banget !”
“Terus gimana, bos?”
“Kita kasih dia peringatan kayak biasa, kasih tau Jason juga.”
Bobby langsung mencari Jason untuk memberitahukan rencana Revon. Revon bergabung dengan rombongan yang sedang berjalan ke Stasiun Sentosa Express di pantai itu.


No comments: